KISAH CINTA KASIH SEORANG AYAH

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim... Bapak didalam kamar, sekian kali batuk-batuk. " Cinta ayahmu kepadamu luar umum, namun semakin banyak disimpan dalam hati lantaran kau wanita ", kata ibu. Saya dengarkan ibu dengan heran.

 " Saat kau meneruskan kuliah ke Jakarta serta saya berbarengan ayahmu mengantarmu ke stasiun, kau serta saya sama-sama berpelukan.
Ayahmu cuma melihat. Dia katakan juga mau memelukmu, namun juga sebagai laki-laki tidak umum memeluk anak wanita di depan beberapa orang, jadi dia cuma menjabat tanganmu, lantas berdiri hingga kereta itu menghilang ", kata ibu.

 " Ibu memanglah kerap menelponmu. Tahukah kau, itu senantiasa ayahmu yang menyuruh serta mengingatkan. Kenapa bukanlah ayahmu sendiri yang menelpon? Dia katakan, " Suaraku tidak selembut suaramu. Anak kita mesti terima yang paling baik ".

 " Saat anda diwisuda, kami duduk di belakang. Saat kau ke panggung serta ikat di togamu dipindahkan rektor, ayahmu mengajak ibu berdiri supaya bisa melihatmu lebih terang. " Alangkah cantiknya anak kita ya bu, " kata ayahmu sembari mengusap air matanya.

Mendengar narasi ibu di ruangan tamu, dadaku sesak, mungkin saja lantaran haru atau rasa bersalah. Jujur saja sampai kini pada ibu saya lebih dekat serta perhatianku semakin besar. Saat ini tergambar kembali kasih sayang bapak kepadaku. Saya teringat saat naik kelas 2 SMP saya minta dibelikan tas. Ibu katakan bapak belum mempunyai duit.

Namun sore itu bapak pulang membawa tas yang kuminta. Ibu heran. " Tak jadi ke dokter? " bertanya ibu. " Kapan-kapan saja. Kelak minum jahe hangat, batuk bakal hilang sendiri ", kata bapak. Rupanya cost ke dokter, uangnya untuk beli tasku, beli keceriaan hatiku, dengan mengorbankan kesehatannya.

 " Dahulu sesudah prosesi akad nikahmu usai, ayahmu bergegas masuk kamar. Kau tahu apa yang dikerjakan? " bertanya ibu. Saya menggeleng. " Ayahmu sujud sukur sembari berdoa untukmu. Air matanya membasahi sajadah.

Dia mohon supaya Allah melimpahkan kebahagiaan dalam hidupmu. Seumpamanya kau dilimpahi kesenangan, dia mohon tak membuat kamu lupa zikir kepada-Nya. Seumpamanya di beri cobaan, mohon cobaan itu yaitu langkah Tuhan tingkatkan kwalitas hidupmu. Lama sekali dia sujud sembari terisak. Ibu mengingatkan banyak tamu menanti. Dia lantas keluar dengan senyuman tidak ada sisa air di pelupuk matanya ".

Mendengar seluruhnya itu, air mataku tidak tertahan lagi, tumpah membasahi pipi. Dari kamar terdengar bapak batuk lagi. Saya bergegas menjumpai bapak sembari bersihkan air mata.

 " Kau habis menangis? " bapak menatapku lihat bekas air di mataku. " Oh, tak bapak! " saya tertawa renyah. Ku pijit betisnya lantas pundaknya. " Pijitanmu enak sekali seperti ibumu ", tuturnya sembari tersenyum. Saya tahu, walau sakit, bapak terus mau mengasyikkan hatiku dengan pujian. Tersebut pertama kali saya memijit bapak. Saya lihat begitu senang muka bapak. Saya terharu.

 " Besok suamiku menyusulku, ambillah cuti satu minggu seperti saya. Kelak sore bapak kuantar ke dokter ", kataku. Bapak menampik. " Ini cuma batuk enteng, kelak bakal pulih sendiri ". " Mesti ke dokter, saya pulang memanglah mau membawa bapak ke dokter, mohon janganlah tolak hasratku ", kataku berbohong.

Bapak terdiam. Sesungguhnya saya pulang cuma mau liburan, bukanlah ke dokter. Namun saya berbohong supaya bapak ingin kubawa ke dokter. Saya bawa bapak ke dokter spesialis. Bapak memprotes lagi, dia minta dokter umum yang lebih murah. Saya cuma tersenyum.

Hasil kontrol bapak mesti masuk rumah sakit hari itu juga. Saya bawa ke rumah sakit paling baik di kotaku. Ibu ajukan pertanyaan 1/2 memprotes. " Dari tempat mana biayanya? ". Saya tersenyum, " Saya yang memikul semuanya bu. Mulai sejak muda bapak telah berusaha keras mencari duit untukku.

Saat ini waktunya saya mencari duit untuk bapak. Saya dapat! Saya dapat bu! ". Pada dokter saya berbisik ; " Tolong kerjakan yang paling baik untuk ayahku dok, janganlah pikirkan cost ", kataku. Dokter tersenyum.

Saat bapak telah dirumah serta saya pamit pulang, saya tak menyalami, namun merangkul dengan erat untuk membayar hasratnya di stasiun dahulu. " Sering-seringlah bapak menelponku, janganlah cuma ibu ", kataku. Ibu mengedip
Share on Google Plus

About Unknown

Redaksi Post merupakan Media Online Indonesia yang mengangkat berita-berita terhangat setiap harinya yang dikemas secara lengpak dari sumber terpercaya.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar